Hadis tentang Wudhu'


 WUDHU’
            Di dalam kamus, kataWudhu’ dengan harkat Dhomah berarti perbuatannya dan jika dengan harkat fathah yang berarti airnya. Kedua kata tersebut dalam bentuk masdar, dan terkadang makna keduanya adalah air yang digunakan untuk berwudhu’.
            Dan diketahui, bahwa wudhu’ adalah syarat shalat yang paling utama. Dan ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim hadis dari Abi Hurairah RA secara marfu’.
إنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Tidak diterima shalat dari salah seorang kamu apabila ia sedang dalam keadaan berhadas sampai ia mengambil wudhu”.
Dan di dalam riwayat yang lain
الْوُضُوءُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Wudhu’ adalah bagian dari iman”
Dan allah telah menurunkan kewajiban tersebut dari langit, sebagaimana Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila hendak melaksanakan shalat...”
Ayat ini digolongkan Madiniyah
Para ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban berwudhu’ disyari’atkan di Madinah atau Makkah ? para pentahqiq berpendapat bahwa  wudhu’ di syari’atkan ketika nabi di Madinah karena tidak ada nash yang berlawanan dengannya.
Disebutkan bahwa faedah wudhu’ sangat banyak sekali, diantaranya hadis dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan lainnya secara marfu’:
إذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوْ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إلَيْهَا بِعَيْنِهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنْ الذُّنُوبِ
Jika salah seorang hamba Muslim atau mukmin berwudhu dan membasuh wajahnya, keluarlah dari wajahnya setiap dosa yang dilihat oleh kedua matanya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir, dan jika ia mencuci kedua tangannya maka keluarlah dari kedua tangannya tersebut setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir, dan jika ia mencuci kedua kakinya maka keluarlah dari kedua kakinya setiap dosa yang pernah dilakukannya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir, hingga ia keluar suci dari dosa-dosa.
            Yang lebih mencakup hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik hadis dari Abdullah al-Sunabihiy dengan dhomah shod, dengan fathah nun dan kasroh huruf ha’, ini dinisbatkan kepada nama Ibu Kota Sunabihu. Dia adalah seorang shahabat, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
إذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ، فَتَمَضْمَضَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ فِيهِ، وَإِذَا اسْتَنْثَرَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ أَنْفِهِ، فَإِذَاغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ وَجْهِهِ، حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِ عَيْنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ يَدَيْهِ، حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ يَدَيْهِ، فَإِذَا مَسَحَ رَأْسَهُ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رَأْسِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ كَانَ مَشْيُهُ إلَى الْمَسْجِدِ وَصَلَاتُهُ نَافِلَةً لَهُ
‘Apabila seorang hamba mukmin berwudhu lalu berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosanya dari mulutnya, dan apabila menghembuskan air dari hidung maka keluarlah dosa-dosanya dari hidungnya, jika ia membasuh wajahnya maka keluarlah dosa-dosa dari wajahnya, hingga keluar dari bawah kelopak kedua matanya, jika mencuci kedua tangannya maka keluarlah dosa-dosa dari kedua tangannya, hingga keluar dari bawah kedua kuku-kuku kedua tangannya, jika ia mengusap kepalanya maka keluarlah dosa-dosa dari kepalanya, hingga keluar dari kedua telinganya, jika ia mencuci kedua kakinya maka keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya, hingga keluar dari bawah kedua kuku-kuku kedua kakinya, kemudian jalannya ke masjid dan shalatnya adalah sunnah baginya.’
Dan masih banyak hadis yang semakna. Apakah wudhu’ hanya khusus untuk umat ini ? dengan hal ini terdapat perbedaan pendapat. Menurut peneliti bahwa tidak ada kekhususan terhadapnya, namun yang menjadi kekhususan hanya ghurrah (warna putih yang bersinar pada wajah) dan tahjil (warna putih yang bersinal pada kaki).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ قَالَ: «لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ» أَخْرَجَهُ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ. وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ. وَذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا
Hadis dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: seandainya aku tidak menyulitkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu’. (HR. Malik, Ahmad dan Nasa’i. Dishahihkan oleh ibn Khuzaimah dan al-Bukhari menyatakan hadis ini adalah Mu’allaq.
Hadis mu’allaq adalah hadis yang terputus dari awal sanadnya satu orang perawi atau lebih. Menurut pensyarah: hadis ini diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘alaih dan syakhaini (Bukhari dan Muslim) dari hadis Abu Hurairah dan begini bunyi lafaznya. Menurut ibn Mindah : bahwa sanadnya semuanya sehat. Menurut Imam Nawawiy : Sebagian Ulama Keliru, mereka beralasan bahwa al-Bukhari tidak ada meriwayatkannya. Menurut Imam Nawawiy, secara zhahir penulis telah menunjukkan bahwa salah satu dari Imam al-Bukhari dan muslim tidak meriwayatkan hadistersebut, sehingga hadis tersebut termasuk hadis            (Umdatul Ahkam) yang di dalam hadis tersebut tidak disebutkan melainkan hadisyang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dengan lafaz (عند كل صلاة) yang semakna dengannya ada beberapa hadis yang diriwayatkan oleh beberapa orang shahabat, yaitu dari Ali RA yang diriwayatkan oleh Ahmad, dari Zaid bin Khalid yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Ummu Habibah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abdullah bin Amr, Sahal Ibn Saad, Jabir, Anas yang diriwayatkan oleh Abi Na’im, dari abu Ayub yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi, hadis dari Ibn Abbas dan Aisyah diriwayatkan oleh  Imam Muslim dan Abi Daud. Sedangkan di dalam hadis itu disebutkan tentang perintah bersiwak :
تَسَوَّكُوا فَإِنَّ السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ
“Bersiwaklah kalian, sesungguhnya bersiwak itu dapat menyucikan mulut.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah yang kualitas hadisnya dhaif, tetapi hadis ini ada pendukung (Syahid) yang menunjukkan bahwa perintah tersebut ada dasarnya.  Di dalam hadis disebutkan :
إنَّ السِّوَاكَ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ، وَأَنَّهُ مِنْ خِصَالِ الْفِطْرَةِ،وَأَنَّهُ مِنْ الطَّهَارَاتِ، وَأَنَّ فَضْلَ الصَّلَاةِ الَّتِي يَسْتَاكُ لَهَا سَبْعُونَ ضِعْفًا
Bersiwak adalah sunnah para rasul, termasuk bagian dari fitrah, thaharah, danShalat yang ditunaikan dengan didahului bersiwak lebih utama 70 kali lipat atas shalat yang ditunaikan dan sebelumnya tidak bersiwak.”
            Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Khuzaimah, al-Hakim, Daraqhutniy dan lainnya. Menurutnya dalam kitab al-Badri al-Munir : Sesungguhnya telah disebutkan hadis yang berkaitan dengan Siwak yang memiliki lebih dari seratus hadis, sangat mengherankan sunnah yang satu ini dan memiliki banyak hadis, namun kebanyakan orangbanyak yang meremehkannya, bahkan sebagian dari para Fuqaha’ juga meremehkannya dan ini merupakan kerugian yang amat besar.
            Lafaz السواك  dengan kasrah sin menurutbahasa yang berartiperbuatan atau  alatnya.Sehingga kata Siwakada dalam bentuk muzakkar dan ada yang  mu’annas seperti terhimpun kataسوكyang terdapat pada kitab-kitab hadis. Sedangkan menurut istilah adalah melakukan siwak dengan menggunakan kayu penusuk gigi atau yang sejenisnya untuk membersihkan warna kuning pada gigi.
Menurut saya, seandainya gigi pun telah tidak ada lagi (habis) masih tetap disyariatkan, sebagaimana terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA :
قُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ يَذْهَبُ فُوهُ؛ وَيَسْتَاكُ؟ قَالَ: نَعَمْ؛ قُلْت: كَيْفَ يَصْنَعُ؟ قَالَ: يُدْخِلُ أُصْبُعَهُ فِي فَمِهِ
‘Aku bertanya, Wahai Rasulullah SAW, seorang yang telah hilang giginya apakah ia juga bersiwak?’ beliau SAW menjawab, ‘Ya’, aku bertanya, ‘Bagaimana caranya?’ Beliau menjawab, ‘Ia memasukkan jarinya ke dalam mulutnya.’
            Hadis ini diriwayatkan oleh Tabraniy dalam kitab al-Ausath dan di dalamnya terdapat kelemahan. Adapun menurut Jumhur Ulama, hukum dalam melaksanakan siwak adalah Sunnah, dan ada juga yang berpendapat hukumnya wajib. Hadis yang terdapat pada bab ini menunjukkan hukum untuk bersiwak tidak wajib. Berdasarkan hadis tersebut dinyatakan, yaitu dengan lafaz hadisnya (لأمرتهم)merupakan perintah wajib.Namun boleh meninggalkan perintah tersebut karena ada kesulitan dalam mengerjakannya, maka tetap sunnah hukumnya tanpa ada keraguan padanya. Hadis ini menunjukkan penentu waktunya, yaitu setiap kali berwudhu’. Menurut pensyarah disebutkan bahwa disukai pada setiap waktu dan sangat disukai pada lima waktu tertentu, yaitu:
Pertama : ketika hendak melaksanakan shalat, baik bersuci dengan menggunakan air maupun tanah atau tidak bersuci sebagaimana orang yang tidak mendapatkan air dan tanah.
Kedua : ketika berwudhu’
Ketiga : ketika hendak membaca al-Qur’an
Keempat : ketika telah bangun dari tidur
Kelima : ketika bau mulut berubah
            Menurut Ibn Daqiq Id adalah rahasia yang terdapat padanya yaitu kita diperintahkan bersiwak ketika hendak shalat dan pada kondisi ketika hendak untuk beribadah kepada Allah SWT, agar pada kondisi sempurna dan bersih sebagai bentuk memuliakan ibadah.
            Dan ada juga yang mengatakan, bahwa perintah tersebut berkaitan dengan malaikat, bahwa malaikat meletakkan mulutnya pada mulut orang yang membaca al-Qur’an sehingga ia merasa terganggu dengan bau tersebut, maka ia disunnahkan untuk melakukan siwak. Pendapat yang demikian tersebut merupakan pendapat yang baik.
            Secara zhahir hadis ini tidak mengkhususkan bersiwak pada waktu shalat tertentu, atau ketika berbuka puasa atupun tidak sedang berpuasa. Menurut Imam Syafi’i bahwa bersiwak tidak disunnahkan setelah matahari condong ketika sedang berpuasa, agar bau mulut yang disukai oleh Allah tidak hilang. Dan jawabannya bahwa bau mulut tidak akan hilang dengan melakukan siwak, karena bau tersebut berasal dari lambung yang kosong dan tidak bisa hilang dengan melakukan siwak. Kemudian apakah disunnahkan bagi orang yang hendak melaksanakan shalat ? walaupun ia telah berwudhu’ sebagaimana telah ditunjukkan oleh hadis ketika setiap kali shalat. Maka ada yang berpendapat bahwa bersiwak ketika setiap kali shalat adalah sunnah, dan ada juga yang berpendapat : tidak sunnah kecuali hendak berwudhu’, sebagaimana yang terdapat pada hadis tersebut (مع كل وضوء) artinya ketika hendak berwudhu’. Bahwasanya hadis ini memberikan batasan, yaitu (ketika setiap kali hendak shalat) dan yang dimaksud dari hadis tersebut adalah setiap kali berwudhu’ untuk shalat.
            Jikalau dikatakan, sesungguhnya untuk memperhatikan makna hadis dan memuliakan syari’at untuk bersiwak, maka sesungguhnya jika telah berlalu waktu yang panjang dan telah berubah bau mulut yang disebabkan oleh sesuatu yang dapat merubahnya seperti yang disebutkan makanan yang berbau, istirahat, banyak bicara, tidak makan dan minum ketika itu bersiwak disyari’atkan meskipun tidak hendak berwudhu’ kecuali bau mulut tidak berubah.
            Dan telah dijelaskan pada pengertian siwak secara istilah atau yang semacamnya : yakni seperti potongan dahan. Dan yang mereka maksud adalah setiap yang dapat menghilangkan perubahan bau, seperti kain pembersih, jari yang kasar dan air dingin. Dan lebih baik jika siwak tersebut dari pohon arak dalam kondisi sedang, tidak terlalu kering sehingga dapat melukai gusi dan tidak terlalu basah, sehingga tidak dapat membersihkan gigi.
Analisis Hadis :
            Menurut hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa bersiwak jika tidak memberikan kesulitan kepada umatnya, maka Nabi Muhammad SAW memerintahkan atau mewajibkan untuk bersiwak setiap kali untuk melaksanakan shalat. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, Ahmad, dan Nasa’i kemudian dishahihkan oleh Imam Khuzaimah, tetapi Imam Bukhari menyatakan hadis tersebut adalah Mu’allaq.Kemudian Alat yang digunakan bersiwak adalah Kayu pembersih gigi atau yang sejenisnya dengan tujuan untuk menghilangkan warna kuning pada gigi dan bau pada mulut. Namun bersiwak bukan hanya diperintahkan untuk orang yang memiliki gigi saja, tetapi bersiwak juga diperintahkan bagi orang yang tidak memiliki gigi juga diperintahkan untuk bersiwak dengan tujuan untuk menghilangkan bau mulut sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah. Tatacaranya yaitu dengan cara menggunakan jemari tangan yang dimasukan ke dalam mulut dan menggosoknya.
            Hukum dalam melaksanakan siwak para ulama berbeda pendapat, ada yang menyatakan wajib disebabkan kata yang digunakan dalam hadis tersebut adalah dalam bentuk perintah, ada yang menyatakan tidak wajib karena dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa bagi orang yang tidak merasa kesulitan dalam melaksanakannya dan ada juga yang menyatakan sunnah sebagaimana Jumhur Ulama menyatakan bahwa bersiwak hukumnya adalah sunnah ketika hendak berwudhu’ untuk melaksanakan shalat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam al-Daqiq al-Id yang menyatakan bahwa bersiwak hukumnya sunnah bagi orang yang hendak berwudhu’ untuk melaksanakan shalat dengan tujuan untuk membersihkan diri dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Perintah dalam melakukan siwak disebabkan karena ada sesuatu yang dapat menyebabkan berubahnya bau mulut, seperti makan, minum dan sebagainya. Namun selama bau mulut tidak berubah, maka tidak diperintahkan bersiwak walaupun hendak melaksanakan shalat. Hadis ini tidak memberikan pengkhususan baik bagi orang yang hendak melaksanakan shalat atau orang yang hendak berbuka dari puasanya. Imam syafi’i berpendapat bahwa orang yang sedang melaksanakan puasa tidak disunnahkan untuk bersiwak setelah matahari condong, agar bau mulut yangdisukai oleh Allah tidak hilang. Bau mulut bagi orang yang sedang berpuasa bukan berasal dari giginya yang kotor, namun berasal dari lambung yang kosong sehingga dengan melakukan siwak pun tidak akan menghilangkan bau mulut seorang yang sedang berpuasa.Ada lima waktu yang diperintahkan dan disunnahkan dalam melakukan siwak, yaitu: 1. Ketika hendak shalat   2. Ketika hendak berwudhu’  3. Ketika hendak membaca al-Qur’an   4. Ketika bangun dari tidur  5. Dan ketika mulut berbau.
Jadi, menurut penulis bahwa hukum bersiwak itu adalah sunnah, karena itu merupakan suatu perbuatan yang baik bagi setiap hamba dalam memelihara dan membersihkan dirinya sendiri dari sesuatu yang kotor dan terkhususnya untuk kebersihan gigi dan mulut. Seorang hamba Allah membersihkan bau mulut dan giginya, dapat memberikan kemaksimalan seorang hamba dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT.  Selain itu, penulis juga berpegangan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan tentang perintah untuk melaksanakan siwak ketika hendak melaksanakan shalat dan surat al-Maidah: 6, yaitu :
$pkšr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä#sŒÎ)óOçFôJè%n<Î)Ío4qn=¢Á9$#(#qè=Å¡øî$$sùöNä3ydqã_ãröNä3tƒÏ÷ƒr&urn<Î)È,Ïù#tyJø9$#(#qßs|¡øB$#uröNä3ÅrâäãÎ/öNà6n=ã_ör&urn<Î)Èû÷üt6÷ès3ø9$#4bÎ)uröNçGZä.$Y6ãZã_(#r㍣g©Û$$sù4bÎ)urNçGYä.#ÓyÌó£D÷rr&4n?tã@xÿy÷rr&uä!%y`Ótnr&Nä3YÏiBz`ÏiBÅÝͬ!$tóø9$#÷rr&ãMçGó¡yJ»s9uä!$|¡ÏiY9$#öNn=sù(#rßÅgrB[ä!$tB(#qßJ£JutFsù#YÏè|¹$Y6ÍhŠsÛ(#qßs|¡øB$$sùöNà6Ïdqã_âqÎ/Nä3ƒÏ÷ƒr&urçm÷YÏiB4$tB߃̍リ!$#Ÿ@yèôfuŠÏ9Nà6øn=tæô`ÏiB8ltym`Å3»s9ur߃̍ãƒöNä.tÎdgsÜãŠÏ9§NÏGãŠÏ9ur¼çmtGyJ÷èÏRöNä3øn=tæöNà6¯=yès9šcrãä3ô±n@ÇÏÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silabus Pengantar Studi Al-Qur'an dan Hadis